
Salatiga, Jateng – Perjalanan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) menuju World Class University (WCU) terus diperkuat dengan digelarnya berbagai kegiatan internasional bagi civitas academica. Komitmen ini tercermin jelas dalam acara International Festival of Southeast Asia yang diinisiasi oleh Program Studi (Prodi) Hubungan Internasional (HI) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi (FISKOM) bersama Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Senin (07/07/2025). Acara ini dikemas apik dalam bingkai studium generale dan inaugurasi FPCI Chapter UKSW di Balairung Universitas (BU).
FPCI merupakan organisasi independen dan non partisan yang berkomitmen untuk mendorong internasionalisasi Indonesia dengan melibatkan pejabat pemerintah, diplomat, kalangan akademisi, pelaku bisnis hingga mahasiswa. FPCI berfokus pada isu-isu kebijakan luar negeri seperti dinamika dalam Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), geopolitik, geo-ekonomi hingga persoalan diaspora.
Pelantikan dan Penandatanganan Kerja Sama
Momen istimewa ini memperluas kemitraan internasional UKSW melalui penandatanganan Nota Kesepahaman oleh Rektor UKSW Profesor Intiyas Utami dengan Founder and Chairman FPCI Dr. Dino Patti Djalal. Turut mendampingi rangkaian penandatanganan ini yaitu Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Kealumnian Profesor Yafet Yosafet Wilben Rissy, Dekan FISKOM Dr. Ir. Sri Suwartiningsih, M.Si., dan Penjabat (Pj) Wali Kota Salatiga dr. Robby Hernawan, Sp. OG.
Dalam sambutannya, Rektor Intiyas menyampaikan kegiatan ini sejalan dengan komitmen UKSW menuju WCU. “UKSW tidak bisa berjalan sendiri untuk menuju WCU, kami membutuhkan dukungan dari berbagai mitra. Semoga dengan penandatanganan kerja sama ini menjadi komitmen jangka panjang untuk mencapai tujuan” imbuhnya.
Ditambahkannya, kegiatan ini tidak hanya acara seremonial saja, melainkan langkah awal untuk menghasilkan karya-karya yang bisa menunjang pencapaian Sustainable Development Goals (SDGS). “UKSW ada untuk membuat bangsa ini bersatu, diperhatikan dan dipertimbangkan menjadi negara yang besar, bukan karena luasnya saja, tetapi karena peran aktifnya membuat keputusan penting bagi perjalanan peradaban dunia,” katanya.
Sementara itu, Profesor Yafet Yosafet Wilben Rissy berharap Memorandum of Understanding (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara UKSW dan FPCI dapat ditindaklanjuti oleh FISKOM dan Pengurus FPCI Chapter UKSW dalam aktivitas diplomasi tingkat internasional. “Saya berharap mahasiswa HI FISKOM terus melebarkan jejaring internasionalnya dan terus terlibat dalam berbagai forum diplomasi dan politik luar negeri di tingkat dunia,” katanya.
Rangkaian acara dilanjutkan dengan pelantikan 29 pengurus FPCI Chapter UKSW oleh Rektor Intiyas Utami dan Dr. Dino Patti Djalal. Dalam sapaan hangatnya, Dr. Dino Patti Djalal menceritakan bahwa FPCI telah lama merencanakan untuk datang ke UKSW. Niat tersebut bermula dari keterlibatan aktif mahasiswa UKSW dalam program tahunan FPCI “The Launches Foreign Policy in The World” yang secara konsisten melibatkan puluhan ribu mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
“Kehadiran mahasiswa UKSW di pembukaan The Launches Foreign Policy in The World merupakan salah satu hal yang menarik dan mencuri perhatian saya. Mereka peserta yang paling impressive, heboh, dan semangat mengikuti setiap sesi dari awal hingga akhir,” katanya.
Dengan wajah penuh antusiasme Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia periode Juli hingga Oktober 2014 mengungkapkan rasa senang akhirnya bisa berkunjung ke kampus Indonesia Mini. “Terima kasih banyak, senang sekali bisa datang ke sini setelah lama berkomitmen dan menghadiri pembukaan FPCI Chapter UKSW. You’re really special people, luar biasanya mahasiswa UKSW berasal berbagai pulau di Indonesia, you really a representation of the best about Indonesia,” imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, dr. Robby Hernawan juga menyampaikan rasa bangganya kepada UKSW atas terselenggaranya kegiatan internasional ini. “Tema yang diangkat sangat sejalan dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, sangat relevan untuk kita terapkan dalam hubungan antar bangsa khususnya Asia Tenggara bahwa perbedaan bukanlah penghalang melainkan kekayaan,” imbuhnya.
Masa Depan ASEAN
Barisan dua belas stan merepresentasikan setiap negara di Asia Tenggara dan komunitas regional mewarnai acara yang mengusung tema besar “Diversified by Nationality, United by Commonality”. Acara ini semakin menarik dengan kehadiran dua pembicara hebat yang membahas tentang isu-isu kontemporer di Asia Tenggara dengan topik ASEAN Summit Debriefed: Contextualizing Inclusivity and Sustainability Amid Turbulent Times. Mereka adalah Dosen Universitas Pertahanan Republik Indonesia Profesor Anak Agung Banyu Perwita, Ph.D., dan Dosen FISKOM Novriest Umbu Walangara Nau, S.Hub.Int., M.A.
Dalam presentasinya, Profesor Anak Agung Banyu Perwita mengupas tuntas tentang topik “Diplomasi ASEAN di Tengah Rivalitas Geopolitik di Kawasan Indo- Pasifik”. “Adapun posisi strategis ASEAN dalam geopolitik Indo-Pasifik ditandai dengan persaingan kekuasaan yang besar, adanya konflik regional serta perubahan kelompok ekonomi,” jelasnya.
Profesor Anak Agung Banyu Perwita juga menegaskan jalur masa depan bagi ASEAN dicapai dengan memanfaatkan kemitraan ekonomi dengan bijak, memperkuat kohesi internal, meningkatkan kerja sama keamanan maritim, dan mendorong multikulturalisme yang inklusif.
Sementara itu, Novriest Umbu Walangara Nau mengawali paparannya dengan menyampaikan mimpi-mimpi yang akan dicapai oleh ASEAN. “Strengthen Internal Cohesion for a Broader Global Role” menjadi topik penting yang dibahas oleh Novriest Umbu Walangara Nau dalam studium generale kali ini. “Masa depan ASEAN dapat diraih dengan melakukan berbagai tindakan nyata yakni dengan memperkuat komitmen, terlebih dalam kebijakan yang nyata bagi isu di kawasan internal,” ungkapnya.
Selain itu, ia juga menekankan kesatuan sikap dan komitmen politik terhadap isu sentral di kawasan (khususnya isu Hak Asasi Manusia dan Krisis Kemanusiaan), aktor non-negara sebagai katalis diplomasi humanitarian di Asia Tenggara, dan ASEAN yang kohesif untuk mencapai ASEAN centrality.
Program ini merupakan menjadi salah satu aksi nyata yang dilakukan UKSW untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) ke-4 pendidikan berkualitas, ke-16 perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh serta ke-17 kemitraan mencapai tujuan. Sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terakreditasi Unggul, UKSW telah berdiri sejak 1956 dengan 15 fakultas dan 64 program studi di jenjang D3 hingga S3, dengan 32 Prodi Unggul dan A. Terletak di Salatiga, UKSW dikenal dengan julukan Kampus Indonesia Mini, mencerminkan keragaman mahasiswanya yang berasal dari berbagai daerah. Selain itu, UKSW juga dikenal sebagai “Creative Minority” yang berperan sebagai agen perubahan dan inspirasi bagi masyarakat.