Jakarta – Senin 9 September 2024 bertempat di Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Republik Indonesia, Jaksa Agung ST Burhanuddin memberikan ceramah kepada Siswa Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan LXXXI (81) Gelombang I Tahun 2024, dengan materi ceramahnya yang berjudul “Jaksa PRIMA”.
Adapun yang dimaksud dengan PRIMA adalah PROFESIONAL, RESPONSIF, INTEGRITAS, berMORAL dan ANDAL yang dilandasi dengan nilai-nilai TRI KRAMA ADHYAKSA Menurut Jaksa Agung, PRIMA dalam hal ini merupakan standar minimum karakter dari seorang Jaksa.
PROFESIONAL berkaitan erat dengan sikap seorang jaksa yang memiliki kemampuan dalam melaksanakan pekerjaan dengan baik, yang dilandasi dengan tingkat pengetahuan analisis yuridis yang terstruktur dan memadai dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan bidangnya.
RESPONSIF adalah karakter yang ditandai dengan tingkat sense of crisis yang tinggi dan nurani yang baik di dalam diri setiap Adhyaksa, hal ini erat kaitannya kapan mengambil sikap dan sikap apa yang tepat untuk diambil.
INTEGRITAS adalah perilaku konsisten dengan prinsip etika dan moral, yang mengandung nilai-nilai kejujuran dan penuh tanggung jawab atas amanah yang diberikan kepadanya.
BerMORAL Jaksa yang bermoral adalah Jaksa yang senantiasa melakukan tindakan terpuji, dan segala hal yang memberikan manfaat kepada Masyarakat, bangsa dan institusinya. moralitas jaksa itu haruslah konsisten dan logis dalam setiap tindak tanduk ataupun tingkah lakunya.
ANDAL yang memiliki arti dapat dipercaya, dipercaya oleh masyarakat dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan penegakan hukum serta pemenuhan keadilan.
Jaksa Agung mengungkapkan bahwa lima tahun belakangan, seluruh Insan Adhyaksa sudah berupaya dengan segala pengorbanan berhasil menempatkan Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum paling dipercaya publik. Pada survei terakhir Kejaksaan menempati posisi pertama dengan nilai 74,7%.
“Jangan kalian nodai pencapaian itu dengan segala bentuk penyimpangan atau kesalahan dalam bertugas. Tak akan saya toleransi dan akan saya akan tindak tegas!” ujar Jaksa Agung menegaskan.
Pada kesempatan ini, Jaksa Agung juga menegaskan terkait pentingnya keberadaan jiwa korsa dalam organisasi Kejaksaan. Jiwa korsa yang dimaksud adalah solidaritas dan soliditas yang mengarah pada kebenaran dan kebaikan guna penguatan institusi kejaksaan bukan solidaritas dan soliditas dalam melakukan penyimpangan dan pengkhianatan terhadap institusi dan negara.
Hal ini mengingat sebagian besar tugas yang akan diemban oleh Jaksa adalah tugas-tugas yang bersifat team work, di mana keberhasilan pelaksanaan tugas akan sangat tergantung oleh soliditas yang terbangun dalam tim tersebut.
Selain hal-hal yang disampaikan di atas, dalam perubahan Undang-Undang Kejaksaan telah mengatur 3 (tiga) kewenangan yang berpotensi memperkuat kedudukan Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum di Indonesia pada masa yang akan datang.
Pertama yaitu, pelaksanaan pemulihan aset yang meliputi kegiatan penelusuran, perampasan, dan pengembalian.
Kewenangan tersebut tersebut diatur dalam Pasal 30 A Undang-Undang Kejaksaan. Secara yuridis, dalam ketentuan peraturan perundang-undangan telah memberikan wewenang Kejaksaan dalam pemulihan aset yaitu dalam hal wewenang pro justicia (untuk keadilan), wewenang keperdataan yang meliputi gugatan ganti rugi, serta wewenang eksekutorial.
Kedua, penyelenggaraan Pusat Kesehatan Yustisial. Legitimasi terkait hal tersebut diatur dalam Pasal 30 C huruf a Undang-Undang Kejaksaan. Salah satu kontribusi penyelenggaran kesehatan yustisial Kejaksaan adalah membangun rumah sakit, sarana dan prasarana, serta fasilitas dan kelengkapan pendukung Kesehatan.
Ketiga, terkait dengan jabatan di luar instansi Kejaksaan. Pasal 11 A Undang-Undang Kejaksaan telah memberikan ruang bagi Jaksa untuk dapat berkarya di level internasional baik dikaryakan pada perwakilan Kejaksaan di luar negeri maupun dapat pula ditugaskan pada organisasi internasional maupun organisasi profesi internasional.
Mengakhiri ceramahnya, Jaksa Agung menegaskan kepada para peserta PPPJ bahwa Kejaksaan jika diibaratkan kapal, seluruh jajaran Kejaksaan adalah anak buah kapal, sedangkan Jaksa Agung adalah Nakhodanya. Kemana-pun arah kapal berlayar, itu tergantung pada arah komando Nakhodanya. Oleh karena itu, tidak ada Jaksa yang memiliki penilaian berbeda dan bahkan berlawanan dengan arah kebijakan pimpinan.
“Een en ondelbaar sebagai prinsip satu dan tidak terpisahkan, dimulai dari keseragaman berpikir sampai pada pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan. Jika masih ada Jaksa yang ingin terlihat lebih pintar dan hebat dengan cara melawan arah kebijakan institusi apalagi mengarah pada tercorengnya nama baik institusi, saya minta dengan jiwa ksatria untuk keluar dari institusi ini. Saya Tidak Butuh Jaksa yang Demikian!” pungkas Jaksa Agung. (Red/Rafi)