Semarang – Kementerian Sosial (Kemensos) bersama pemerintah daerah (Pemda), perguruan tinggi, swasta dan lembaga filantropi menjadikan 8 desa di Jawa Tengah (Jateng) sebagai pilot project pengentasan kemiskinan.
Kolaborasi dari berbagai elemen ini diyakini akan efektif mengentaskan kemiskinan melalui program-program pemberdayaan masyarakat.
”Kenapa Jateng? Penduduk miskin di Jateng nomor 3,” kata Wamensos Agus Jabo Priyono dalam Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Pelaksanaan Pilot Project Graduasi Bantuan Sosial Melalui Pemberdayaan Masyarakat di Aula Dinsos Jateng, Semarang, Senin (24/2/2025).
Agus Jabo mengatakan terdapat 923 desa miskin ekstrem di Jateng. Sebagai awalan, Kementerian Sosial (Kemensos) akan berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk pengentasan kemiskinan di delapan desa.
“Kita akan mulai melalui delapan desa. Bapak Presiden memerintahkan supaya kemiskinan ekstrem secara nasional maksimal tahun 2026 harus selesai,” katanya.
Delapan desa yang menjadi pilot project pengentasan kemiskinan di Jateng adalah Desa Wlahar, Larangan, Kabupaten Brebes; Desa Kepuhsari, Manyara, Kabupaten Wonogiri; Desa Dumoro, Kabupaten Grobogan; dan Desa Purwosari, Salaman, Kabupaten Magelang.
Kemudian Desa Gambuhan, Pulosari, Kabupaten Pemalang, Desa Kalisalak, Kebasen, Kabupaten Banyumas, Desa Ngesrepbalong, Limbangan, Kabupaten Kendal, dan Desa Pesodongan, Kaliwiro, Kabupaten Wonosobo.
Untuk membuat pilot project ini sukses, Agus Jabo menuturkan harus dirumuskan metode graduasi keluarga penerima manfaat yang tepat.
”Kita harus punya model graduasi,” kata Agus Jabo.
Ia juga menuturkan bantuan sosial (Bansos) harus dibatasi. Sehingga, masyarakat tidak menerima Bansos sampai lebih dari 10 tahun. Apalagi ternyata mayoritas masyarakat miskin ekstrem masih berusia produktif.
”Di bisnis proses, fakir miskin tidak masuk ke rehabilitasi sosial, tapi melompat ke pemberdayaan sosial. Karena problemnya ekonomi,” katanya.
Agus Jabo mengatakan mayoritas masalah kemiskinan berada di Pulau Jawa. Karena itu, pengentasan kemiskinan harus “dikeroyok” dan dimulai dari Jateng.
”Kalau kemiskinan ekstrem di Jawa selesai, masalah kemiskinan selesai,” katanya.
Agus Jabo mengatakan pelaksanaan pilot project di delapan desa ini menjadi awalan pemerintah pusat, daerah, kampus dan swasta untuk mengentaskan kemiskinan di Jateng. Semua harus terlibat aktif dalam bersinergi dan berkolaborasi mengentaskan kemiskinan.
Menurutnya, bila di Indonesia ada contoh yang bagus dalam pengentasan kemiskinan, maka daerah lainnya akan mencontoh. Ia juga berharap kampus membuat profil kemiskinan.
“Jateng jadi prioritas. Ikan pari ikan lele, mari kita graduasi Jateng le,” katanya.
Selain kolaborasi untuk pengentasan kemiskinan, Agus Jabo juga mengatakan Presiden Prabowo Subianto berpesan agar bekerja berdasarkan data. Bila data valid, maka Bansos dapat disalurkan dengan tepat sasaran.
“Setelah ada Instruksi Presiden, semua kementerian/lembaga, pemerintah daerah harus menggunakan DTSEN,” katanya.
Terkait hal ini, Kepala Desa Pesodongan, Kaliwiro, Wonosobo, Suratno mengatakan penting untuk mengubah pola pikir masyarakat penerima Bansos dan Program Keluarga Harapan (PKH) agar bisa jadi keluarga mandiri. Sehingga, masyarakat bisa sejahtera dan berdaya sesuai potensi di desa masing-masing.
”Sudah banyak yang kami upayakan, namun, mengubah pola pikir masyarakat tidak mudah,” katanya.
Ia mengatakan lewat pilot project ini, intervensi Dinsos dan para pemangku kepentingan akan lebih ke desanya. Harapannya, masyarakat bisa mengembangkan potensinya.
”Potensi desa sekarang ke susu kambing perah. Kedua, saya fokuskan ke keripik salak,” katanya.
Suratno juga berharap masyarakat bisa berdaya dan mampu mengubah kondisi sosial di desanya. Sehingga, graduasi tak hanya untuk delapan desa tapi juga bisa dilakukan di seluruh Indonesia.
”Mudah-mudahan nanti bisa menurunkan kemiskinan di Jateng,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Kadinsos Jateng, Imam Masykur mengatakan melalui pilot project ini, graduasi penerima manfaat diarahkan pada tiga aspek. Yaitu peningkatan kualitas hidup, peningkatan pendapatan, dan peningkatan aset.
“Delapan desa yang akan jadi pilot project,” katanya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jateng, Harso Susilo menjelaskan strategi mengentaskan kemiskinan dapat dilakukan dengan mengurangi beban pengeluaran, meningkatkan pendapatan, dan mengurangi kantong-kantong kemiskinan. Basisnya berasal dari desa. ”Potensi desa sudah kami inventarisir,” katanya.
Hadir dalam acara tersebut, Sekda Jateng Sumarno, Kepala Dinsos Jateng Imam Masykur, Kepala Bappeda Jateng Harso Susilo, Ketua Komisi E DPRD Jateng Messi Widiastuti, Wakil Bupati Semarang Nur Arifah, Wakil Walikota Surakarta Astrid Widayani, dan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Jateng.
Juga perwakilan 35 Dinsos Kabupaten/Kota, 35 Bappeda Kabupaten/Kota, dan Koordinator Wilayah Program Keluarga Harapan dan akademisi dari UNDIP, UNISSULA, UNNES, UNSOED Purwokerto, UNS, UGM, dan UIN Pekalongan.
Adapun dari Kemensos hadir Direktur Potensi dan Sumber Daya Sosial (PSDS) Kemensos Laode Taufik Nuryadin dan Direktur Jaminan Sosial Kemensos Faisal. Lalu hadir juga perwakilan Sentra Terpadu Prof Dr. Soeharso Surakarta, Sentra Terpadu Kartini Temanggung, Sentra Antasena Magelang, Sentra Terpadu Satria Baturraden, dan Sentra Terpadu Margo laras Pati.
Kemudian para pemangku kepentingan terkait yang hadir di antaranya perwakilan CSR dari PT. Semen Gresik Tbk, PT Pos Indonesia Regional VI Semarang, PT PLN, dan PT Semen Grobogan. Kemudian, hadir juga dari filantropi yaitu Anna Avantie.
(Kontributor : Arif)