oleh

Menag Nasaruddin Sebut UIN Memiliki Keunggulan Epistemologis

Jambi – Menteri Agama Nasaruddin Umar menyebut Universitas Islam Negeri (UIN) memiliki keunggulan epistemologis yang tidak dimiliki perguruan tinggi umum. Hal ini disampaikan Menag dalam orasi ilmiah pada Wisuda Periode I Tahun Akademik 2024/2025 UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

“Keunggulan yang dimiliki UIN, yang belum tentu dimiliki oleh perguruan tinggi lain, adalah pada sumber ilmu pengetahuannya. Kalau perguruan tinggi umum hanya bersandar pada satu sumber, yaitu deduksi akal, maka UIN memiliki berbagai sumber ilmu. Selain deduksi akal, kita juga mengenal intuisi, ta’lim, ilham, dan bahkan wahyu,” ujar Menag Nasaruddin Umar, UIN Jambi, Minggu (29/6/2025).

Hadir dalam giat ini Wakil Gubernur Jambi Abdullah Sani, Staff Khusus Menteri Agama Ismail Cawidu, Rektor UIN Jambi Kasful Anwar, dan para pejabat di lingkungan UIN Jambi.

Dikatakan Menag, intuisi dalam tradisi keilmuan Islam bukan sekadar perasaan, melainkan bentuk pengetahuan ilahiah. Dari intuisi itu lahir ta’lim, yaitu ilmu pemberian dari Allah, yang tingkat validitasnya bisa mencapai 80 persen. Sementara itu, ilham, sebagai tingkat yang lebih tinggi dari ta’lim, bisa mencapai kebenaran hingga 90 persen.

“Ilham itu disebut ilmu laduni. Dan yang paling tinggi adalah wahyu, yang hanya dimiliki para nabi. Warisan ilmu dari para nabi inilah yang kita pelajari dan kita warisi di lingkungan UIN, yang menjadikan institusi ini lebih kaya secara epistemologis,” jelasnya.

Menag juga menyampaikan pentingnya mimpi sebagai salah satu sumber pengetahuan yang sah dalam Islam. Ia mencontohkan mimpi Nabi Ibrahim dan Nabi Yusuf sebagai dasar legitimasi pembelajaran dari dimensi ruhani, yang menurutnya kerap diabaikan oleh pendekatan keilmuan modern.

“Jangan memandang enteng mimpi. Kalau kita mengingkari mimpi, gugurlah hukum Idul Adha. Kita menyembelih kambing pada hari raya, dasarnya adalah mimpi Nabi Ibrahim. Dan itu bukan mimpi biasa, tapi mimpi yang berisi pesan langsung dari Allah,” urainya.

Menag juga mengulas pentingnya kemampuan membaca sinyal-sinyal spiritual sebagai bagian dari proses pembelajaran. Ia menyebut bahwa sarjana UIN idealnya mampu menangkap inspirasi dari perenungan, bahkan dari hal-hal yang tak kasatmata.

“Kalau seseorang rajin melakukan kontemplasi malam hari, ia bisa mendapatkan inspirasi cerdas dari langit. Inilah yang disebut divine knowledge. Itulah yang kita kenal sebagai wakiyat, semacam early warning yang diterima seseorang karena kedekatannya dengan dimensi langit,” terangnya.

Menag menegaskan bahwa mahasiswa dan sarjana UIN harus memperluas cakrawala belajar, tak hanya dari guru yang hidup, tapi juga dari guru yang telah wafat maupun dari pengalaman spiritual yang bersifat impersonal.

“Alangkah miskinnya seorang sarjana kalau gurunya hanya orang. Kita harus mampu belajar kepada impersonal teacher. Bahkan dalam tradisi Islam, para ulama belajar kepada guru-guru yang sudah wafat lewat kitab-kitabnya,” pungkasnya.

(Kontributor : Arif)

Bagikan