oleh

Opini: TANTANGAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLA MUARA SUNGAI SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI

Pemerintahan dan isu lingkungan dalam perspektif kebijakan kontemporer

Oleh: I Bayu Trikuncoro
Mahasiswa Pasca Sarjana Prodi Doktor Ilmu Pemerintahan Dalam Negri IPDN

Urgensi Mengedepankan Prinsip Konservasi dalam Perencanaan Tata Ruang dan Kebijakan Pembangunan
Muara sungai memainkan fungsi ekologis yang penting dalam pemijahan dan pemeliharaan larva ikan. Perairan muara menawarkan kandungan nutrisi yang lebih tinggi dan keadaan iklim yang lebih tenang dibandingkan perairan laut terbuka, menjadikannya rumah yang ideal bagi ikan untuk bertelur dan berkembang biak. Banyak spesies ikan, termasuk ikan yang penting secara ekonomi seperti bandeng, kakap, gulamah, dan udang, berkembang biak di muara sebelum melaut. Selain itu, ekosistem bakau dan lamun yang mengelilingi muara memberikan perlindungan alami terhadap predator, sehingga meningkatkan kemungkinan larva dan anakan ikan dapat bertahan hidup hingga dewasa. Muara sungai dapat dikatakan memegang peranan peranan vital perekonomian suatu negara , oleh karena itu melestarikan kelangsungan habitat di muara sungai sangat penting untuk mendukung populasi ikan dan menyeimbangkan rantai makanan di pesisir. Namun, dalam dinamika kebijakan saat ini, pengelolaan dan konservasi muara sungai sering kali bertentangan dengan tujuan pembangunan, perluasan industri, dan ekstraksi sumber daya alam, sehingga penetapan muara sungai sebagai kawasan konservasi merupakan permasalahan strategis yang harus diatasi dalam kebijakan lingkungan hidup, tata ruang, dan pembangunan berkelanjutan.
Dalam beberapa dekade terakhir, kebijakan lingkungan hidup global dan nasional telah menyoroti cita-cita pembangunan berkelanjutan, hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia terhadap agenda Sustainable Development Goals (SDGs) tentang tujuan pembangunan berkelanjutan yang merupakan suatu agenda 2030 dan telah disepakati semua negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2015. Pada poin kehidupan di bawah air (SDG 14) dan kehidupan di darat (SDG 15), yang keduanya memerlukan perlindungan habitat perairan, termasuk muara sungai. Selain itu, kebijakan nasional seperti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRWN) menekankan perlunya pengelolaan ekosistem pesisir, termasuk muara sungai, secara berkelanjutan untuk mencegah terjadinya degradasi lingkungan. Namun, dalam praktiknya, penerapan strategi ini masih belum memadai karena tujuan komersial dalam jangka pendek yang mengabaikan keseimbangan ekosistem.
Permasalahan dalam penetapan muara sungai sebagai kawasan konservasi adalah adanya konflik kepentingan antara konservasi dan pembangunan infrastruktur, serta industri yang berkembang di sekitar muara sungai, seperti: reklamasi, pelabuhan, dan kawasan industri. Peraturan seringkali menekankan pertumbuhan ekonomi dibandingkan dampak ekologis jangka panjang, meskipun terdapat peraturan konservasi di tingkat nasional, penerapannya di tingkat daerah sering kali terputus dan pemerintah kota yang berorientasi pada investasi cenderung mengabaikan isu-isu konservasi. Kurangnya partisipasi masyarakat lokal terlihat dari masyarakat yang tinggal di sekitar muara sungai seringkali tidak dilibatkan dalam proses penetapan kawasan konservasi, padahal mereka berperan penting dalam perlindungan ekosistem dan memiliki pengetahuan lokal yang dapat mendukung upaya perlindungan.
Untuk memastikan efektivitas kebijakan tentang konservasi muara sungai maka kebijakan nasional dan daerah harus diselaraskan, dimana pemerintah mengintegrasikan kebijakan konservasi muara sungai ke dalam dokumen perencanaan tata ruang regional dan nasional, serta memperkuat mekanisme pemantauan eksploitasi sumber daya di daerah tersebut. Dalam rangka pengelolaan muara melalui inisiatif berbasis masyarakat seperti ekowisata berbasis konservasi dan pengelolaan perikanan berkelanjutan, diperlukan peningkatan partisipasi masyarakat dan masyarakat adat. Pemerintah dapat memberikan insentif dan apresiasi yang tinggi bagi perusahaan yang menerapkan praktik industri ramah lingkungan atau industri hijau di sekitar muara sungai, sehingga sektor ekonomi dan konservasi dapat hidup berdampingan, dan penegakan hukum terhadap pencemaran dan eksploitasi muara sungai semakin ketat melalui pengawasan dan sanksi yang tegas bagi pelanggarnya.
Kesimpulan
Dalam tatanan kebijakan saat ini, diperlukan reaksi positif terhadap dinamika sosial, ekonomi, dan teknis yang sedang berlangsung, dengan penekanan pada solusi berbasis bukti, inklusi, dan keberlanjutan yang dicapai melalui pendekatan kolaboratif dan adaptif serta penggunaan teknologi dan data. Penetapan muara sungai sebagai kawasan lindung bukan sekedar persoalan ekologis, namun juga merupakan komponen perencanaan pembangunan berkelanjutan yang harus mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, ekonomi, partisipasi masyarakat, akuntabilitas pemerintah, dan transparansi. Pemerintah harus berani mengedepankan prinsip konservasi dalam perencanaan tata ruang dan kebijakan pembangunan, serta memastikan bahwa perlindungan muara sungai tidak hanya sekedar retorika, namun diwujudkan dalam tindakan demi menjaga keseimbangan ekosistem dan kesejahteraan generasi mendatang.

Bagikan

Baca Juga