oleh

Panorama Water Park Boyolali, Sungai Wisata Edukasi dan Ekonomi Rakyat

Boyolali – Dimulai dari semangat warga kampung yang melihat potensi aliran sungai di desanya, Panorama Boyolali kini menjelma menjadi destinasi wisata berbasis air yang ramai dikunjungi sejak dibuka pada April 2023.

Dengan tiket masuk terjangkau Rp10.000 dan konsep wisata edukatif serta kuliner, siapa sangka tempat ini dikelola secara kolaboratif antara masyarakat, investor, dan pemerintah desa menjadi salah satu tujuan wisata favorit. Panorama water park, berlokasi di wilayah Desa Nepen, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

Bagaimana prosesnya, apa filosofinya, dan siapa yang diuntungkan, mari simak ulasannya.

Boyolali dahulu hanya sungai kecil yang mengalir di kampung. Tak banyak yang meliriknya. Namun sejak tahun 2018, sekelompok warga dengan keberanian dan mimpi besar mulai menyulap kawasan itu menjadi tempat wisata yang dikenal Panorama Boyolali.

Sulis dan Joko, tokoh penggagas dan kini menjadi perwakilan manajemen Panorama, saat ditemui dalam forum diskusi bersama media. Filosofi itulah yang menjadi dasar pembangunan kawasan ini tempat yang memungkinkan manusia untuk beraktivitas secara alami dan bebas.

Awalnya, gagasan Panorama Boyolali muncul dari keresahan warga atas potensi alam yang belum tergarap. Pada 2018, tanpa dukungan anggaran dari pemerintah, mereka memulai pembangunan kecil-kecilan.

“Kami mulai dari nol, tanpa sponsor. Hanya mengandalkan tekad dan gotong royong warga,” ujar Joko.

Namun pandemi COVID-19 membuat proyek tersebut sempat mati suri. Hingga pada tahun 2020, seorang investor tertarik untuk mendukung secara penuh pengembangan tempat ini.

Dengan sistem kerja sama, lahan tetap milik desa sementara pengelolaan dikembangkan oleh pihak investor dan warga setempat.

Panorama Boyolali tidak hanya menawarkan wisata air seperti kolam renang anak, area pancing, dan kolam ikan. Salah satu daya tarik utamanya adalah outbound edukasi.

Kegiatan ini dirancang untuk mengenalkan anak-anak pada nilai-nilai kepemimpinan, kerja tim, hingga mitigasi bencana.

“Kami ingin anak-anak tidak hanya bermain, tapi juga belajar. Karena itu kami padukan antara edukasi dan hiburan,” kata Joko.

Tiket masuk dibanderol Rp10.000 per orang. Bagi pengunjung yang mengikuti paket outbound edukasi, tarifnya juga Rp10.000 per anak.

Hal ini yang membuat Panorama Boyolali menjadi tujuan favorit bagi sekolah-sekolah di Boyolali dan sekitarnya. Bahkan, sekolah-sekolah unggulan pun banyak yang mengadakan studi lapangan di tempat ini.

Geliat ekonomi rakyat dan UMKM menjadi salah satu dampak besar dari hadirnya Panorama. Alhasil tumbuhnya lebih dari 300 pelaku UMKM di sekitar kawasan Panorama Boyolali.

“Dari penjual kuliner hingga pengelola parkir, semuanya melibatkan warga. Bahkan rumah mereka pun bisa disulap jadi tempat jualan asal bersih dan tertata,” jelas Joko.

Setiap akhir pekan, wisata ini bisa menarik hingga 5.000 pengunjung. Di hari biasa, rata-rata 700–1.000 orang per hari datang. Tak heran jika kawasan ini telah menjadi salah satu titik pertumbuhan ekonomi lokal di Boyolali.

Menurut Joko, Panorama Boyolali terbuka bagi siapa saja. Ia menyebut tempat ini “terbuka 24 jam”, sebagai simbol kesiapan menyambut siapa pun, kapan pun.

Bahkan, kegiatan sosial seperti santunan anak yatim dan bantuan keluarga kurang mampu dilakukan rutin setiap minggu.

“Kami ingin tempat ini tak hanya menghibur, tapi juga menyentuh. Karena itu, misi sosial tetap jadi prioritas,” tutup Joko.

Meski tergolong sukses, Sulis menambahkan tantangan terbesar adalah mengubah pola pikir masyarakat. Ia butuh waktu dua tahun agar warga percaya bahwa sungai yang dulu sepi itu bisa mendatangkan rejeki.

Kini, dengan lebih dari 100 karyawan aktif dan puluhan lainnya saat akhir pekan, Panorama terus berkembang. Target ke depan menjadi pusat wisata edukatif terbaik di Jawa Tengah.

“Ini bukan sekadar bisnis. Ini ladang perubahan. Tempat ini mengajarkan kita bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil dan sungai kecil,” pungkas Sulis.

(Kontributor: Widyo)

Bagikan