Myanmar – 23 perwira Pusat Penerbangan TNl Angkatan Laut (Puspenerbal) yang dipimpin Direktur Perencanaan dan Pengembangan (Dirrenbang) Puspenerbal, Kolonel Laut (P) Muhammad Tohir mengikuti Konferensi Keamana Maritim bertema Maritime Security and Domain Awareness (Drugs traffic in the Myanmar and Refugee Rohingya), Kamis (14/12/2923).
Konferensi Keamana Laut yang digelar U.S. Consulate General Surabaya ini, dihelat di Hotel The Westin Surabaya Jl. Raya Lontar Puncak Indah Kec. Wiyung Kota Surabaya.
Selain perwira Puspenerbal, hadir juga 20 perwakilan perwira dari Komando Armada 2 di bawah pimpinan Asintel Pangkoarmada 2, Kolonel Laut (P) Ari Ariyono.
Sementara itu dari U.S. Consulate General Surabaya, hadir Comad Patrick Panjati (US Abmbasi), Mr Allan Schmidt (Analis Lapangan Amvisi US), Major Jee Chung (ODC), CRYSTAL Sparman (Wakil Consul), dan Matt Calvin (Consul).
Staf Ahli Analysis Maritime Domain Awareness di Indopacific, Mr. Chris’s and Mr. Allen, menjadi pembicara pada kese.latan tersebut.
Dalam Konferensi Keamanan Laut kali ini, dibahas dua isu utama yaitu mengenai peredaran Narkoba melalui laut di wilayah Asia Tenggara dan pengungsi Rohingya.
Rangkaian kegiatan dilaksanakan secara diskusi panel dan tanya jawab berkaitan dengan jalur perdagangan ilegal drug di kawasan Myanmar (segitiga emas Myanmar, Laos dan Thailand) serta upaya yang dilaksanakan untuk mencegah peredaran barang tersebut terutama yang melalui jalur laut.
Masalah penyelundupan dan peredaran narkoba melalui jalur laut ini menjadi sorotan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, mulai dari produsen, konsumen, hingga distributor, yang semuanya ada semenjak era pandemi.
Kartel internasional narkoba memiliki tiga jaringan narkoba: Thailand, Myanmar, dan Laos, menjadi yang pertama dan dikenal sebagai “The Golden Triangle” atau jaringan Segitiga Emas. Ada juga pabrik atau produsen obat-obatan terlarang di Vietnam dan Kamboja. Selain itu, ada “Bulan Sabit Emas”, yang mencakup Iran, Pakistan, dan Afganistan. Serta Amerika Latin yang berjulukan “The Golden Peacock”.
Sementara itu Isu pengungsi etnis Rohingya mencuat setelah adanya konflik di negara Myanmar yang menyebabkan etnis ini eksodus dengan menggunakan jalur laut, menaiki kapal kapal kayu berlayar ke wilayah Malaysia, Indonesia dan Australia.
Penjelasan tentang sejarah pengungsi Rohingya dan penanganan yang dilaksanakan untuk penanggulangan periode short terms dan long terms (berkaitan dengan kebijakan yang diambil oleh UNHCR dan pemerintah Amerika Serikat).
Kedatangan etnis ini di negara tujuan, sedikit banyak menimbulkan bibit konflik baru yang berpotensi meluas bila tidak ditangan dengan baik. Mengingat masyarakat di wilayah yang didarati pengungsi ini menolak kehadirannya. (Puspenpenerbal|Rohman)