oleh

Puan Maharani Minta Penulisan Ulang Sejarah Dilakukan Hati-Hati dan Transparan

Jakarta – Ketua DPR RI Puan Maharani menekankan pentingnya kehati-hatian dan keterbukaan dalam proses penulisan ulang sejarah Indonesia yang saat ini tengah dilakukan oleh Pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan. Puan menegaskan bahwa penulisan sejarah merupakan pekerjaan yang tidak bisa dilakukan secara terburu-buru dan harus menjunjung prinsip transparansi.

“Harus dilakukan secara hati-hati, transparan, jangan terburu-buru, dan jangan kemudian menghapus sejarah yang ada. Walaupun itu pahit, namun harus tetap disampaikan dengan transparan,” ujar Puan saat doorstop menanggapi pertanyaan awak media seputar langkah Kementerian Kebudayaan yang tengah menyusun ulang narasi sejarah Indonesia, usai memimpin Rapat Paripurna Penutupan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2024–2025 di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (27/5/2025).

Lebih lanjut, Puan mengingatkan bahwa sejarah, meski mengandung bagian-bagian yang pahit tetap harus diungkap secara jujur kepada generasi penerus.

“Jas merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah,” tegas Puan mengutip pesan Bung Karno.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan tersebut menyatakan bahwa DPR RI pada prinsipnya tidak menolak adanya upaya perbaikan narasi sejarah selama itu dilakukan dengan niat baik dan metodologi yang kuat.

“Kalau memang ingin diperbaiki, silakan. Tapi namanya sejarah, apakah itu pahit atau baik? Kalau memang itu harus dilakukan, ditulis ulang ya ditulis ulang dengan sebaik-baiknya,” pesan Cucu Bung Karno itu.

Tak hanya itu, menanggapi rencana pemerintah melalui Menteri Kebudayaan mengganti istilah “Orde Lama” dalam penulisan ulang sejarah nasional, Puan meminta agar perubahan tersebut tidak melukai pihak mana pun atau menghilangkan fakta sejarah.

“Ya itu, apapun kalimatnya, apapun kejadiannya, jangan sampai kemudian ada yang tersakiti, jangan sampai ada yang kemudian dihilangkan. Sejarah ya tetap sejarah, harus dikaji dengan baik dan harus dilakukan dengan hati-hati,” pungkas Puan.

Diketahui sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon usai rapat bersama Komisi X DPR RI pada Senin (26/5), mengungkap alasan absennya istilah “Orde Lama” dalam sepuluh jilid buku sejarah Indonesia yang tengah disusun Pemerintah.

Menurut Menteri Kebudayaan Fadli Zon, istilah tersebut tidak digunakan karena pemerintahan sebelum Orde Baru tidak pernah menyebut dirinya sebagai “Orde Lama”.

(Kontributor : Rafi)

Bagikan

Baca Juga