Surabaya – Tradisi masyarakat Jawa ini memiliki makna khusus di Padepokan Sukmo Limo Indonesia yang berlokasi di Wilayah Kelurahan Medokan Ayu Kecamatan Rungkut Kota Surabaya pimpinan Arief yabg biasa dipanggil Romo Arief. Sebagian besar masyarakat Jawa masih meyakini bahwa malam Satu Suro dan hari H 1 Suro merupakan hari istimewa. Di berbagai daerah, banyak tradisi yang diadakan untuk memperingati Tahun Baru Jawa sekaligus Tahun Baru Islam ini. Sementara itu, di lingkungan Padepokan Sukmo Limo, berbagai ritual dan doa bersama digelar dengan kusuk pada hari Minggu sore 07 Juli 2024.
Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, Suro berarti bulan Muharram dalam kalender Hijriah. Di mana, kata Suro diambil dari kata Asyura dalam bahasa Arab. Sebutan ini pertama kali diinisiasi Raja Kesultanan Mataram Islam Sultan Agung. Tipikal tradisi Jawa yang kental akan penjelajahan wilayah gaib sebagai konsekuensi adanya interaksi manusia terhadap lingkungan alam dan seluruh isinya. Sebab menurut budaya Jawa, alam semesta bukan hanya dalam bentuk pandangan fisik (mikrokosmos) tetapi melampauinya dalam sebuah alam metafisik (makrokosmos), yang berupa simbol-simbol, tanda, gejala alam, dan sebagainya yang saling bersinergi membentuk sebuah realitas yang utuh dan sistemik.
Romo Arief setelah memimpin doa bersama, langsung menghampiri Panitia Binmas Polsek Rungkut, Iptu Tjahyono didampingi Bintara patroli Polsek Rungkut Aipda Achmad Irwan fauzi dan Aiptu Agus subianto dengan menyapa dan memberikan salam, “Rahayu, terima kasih kehadirannya dalam ritual kami doa bersama untuk tujuan semoga seluruh umat diberikan kemudahan, rejeki lancar, dimudahkan dalam segala urusan”, terangnya. Iptu Tjahyono juga menyampaikan bahwa, “tradisi uring-uringan budaya jawa sangatlah penting dipertahankan agar menjadikan hidup guyub rukun dilingkungan dengan pedoman ilmu jawa yang telah di akui secara nasional. Hal positif sesuai dengan budi luhur akan mampu mempertahankan NKRI dimanapun berada dengan tetap berpedoman ilmu jawa yang tepo sliro (saling menghargai), tegasnya.
Bulan Suro memiliki arti tersendiri bagi masyarakat Jawa, disebabkan oleh beberapa hal. Diantaranya masyarakat Jawa memandang nilai-nilai spiritual dan mistik dalam pergantian tahun baru Jawa sebagai salah satu acuan dalam mengarungi kehidupan. Saat memasuki 1 Suro, masyarakat dilarang keluar rumah karena malam tersebut diyakini sebagai malam yang sakral dan dapat mendatangkan musibah atau hal negatif lainnya. Salah satu alasan lain masyarakat di larang keluar dari rumah, yakni arwah leluhur yang pulang. (Didik TW|red)