oleh

Terompet Kertas Warnai Penutupan Hari Pamungkas

Jakarta – Pagi itu Jakarta masih dibasuh rintik gerimis. Hujan yang turun sejak malam hari, baru saja sedikit mereda. Di sudut Jalan Pinangsia, Pasar Pagi, Glodok, Nuryaman bersama keponakannya, Jamarudin, tetap semangat menjajakan terompet – terompet kertas dagangannya. Tak jauh dari tempat mereka mangkal juga tampak rekan – rekan sekampungnya yang juga sama berjualan terompet kertas. Rabu (31/12)

Terompet kertas yang legendaris tersebut mereka bawa dari daerah Cikarang, yang menjadi kampung tempat tinggal Nuryaman dan pedagang lainnya.

Pada masa sebelumnya, Nuryaman biasa mengambil barang dagangan terompet hasil buatan bapak mertuanya sendiri. Namun semenjak bapak mertuanya wafat, ia lebih memilih mengambil dari pengrajin lain yang masih tetangga sekitar kampungnya ketimbang harus membuatnya sendiri.

Menjelang siang, langit Jakarta mulai cerah, meski awan mendung masih tampak menyelimuti sebagian wilayah kota.

Seorang pembeli mulai datang menghampiri dan menjadi penglaris pertama dagangan Nuryaman dan keponakannya hari itu. Dua buah terompet kertas lepas dari ikatan pikulan dan segera pindah kepemilikan. Diwakili Jamarudin sang keponakan, transaksi pun berjalan lancar.

Seorang bapak bersama dua anaknya yang sedang melintas mengendarai sepeda motor juga sempat datang hendak membeli, namun tiba-tiba hujan kembali turun dan mereka akhirnya membatalkan niatnya untuk membawa pulang terompet.

Nuryaman tetap bersabar menunggu untuk melayani pembeli lain yang diharapkannya. Baginya, rezeki dalam hidup itu sudah ada yang mengatur. Tidak semuanya terkabul seperti yang diinginkan.

Ia sendiri mulai aktif berjualan terompet kertas secara musiman sejak tahun 2000. Dikatakannya, saat itu terompet kertas masih seharga 500 rupiah. Kini terompet kertas yang dijualnya dibandrol mulai harga 10 ribu hingga 25 ribu rupiah tergantung model dan ukurannya.

Menurutnya keberadaan terompet kertas setiap menjelang tahun baru masih cukup digemari dan memiliki konsumen peminatnya meski ditengah serbuan terompet plastik dan terompet kekinian lainnya. Hal itu terbukti dari penjualan Nuryaman pada waktu sehari sebelumnya yang hasilnya lumayan banyak.

Terompet dan kembang api seolah telah menjadi ikon paling dicari pada setiap perayaan pergantian tahun. Namun dengan kondisi pasca bencana yang terjadi dibeberapa daerah di Indonesia, hal ini menuntut rasa empati yang tinggi dari seluruh elemen bangsa. Mungkin perhelatan perayaan di penghujung tahun ini tidak semeriah tahun – tahun sebelumnya, tetapi esensi mewujudkan resolusi mimpi dan harapan bagi kita kedepan harus tetap kuat menyala.

“SELAMAT TAHUN BARU 2026…!”.

(Kontributor: Rafi)

Bagikan