JAKARTA – Fajar Muhammad Al Farouk dan Dewi Okta Pusparini, menjadi lulusan terbaik Akademi Milter tahun 2019. Adimakayasa dan Anindya Wiratama disematkan kepada mereka yang secara seimbang menunjukkan prestasi terbaik di aspek akademis, jasmani, dan kepribadian.
Dengan tekad yang kuat, keduanya mampu mewujudkan impian orang tua. Seperti apa perjalanannya hingga menjadi lulusan terbaik?
Fajar yang merupakan pria kelahiran Bondowoso, 12 September 1996, anak ketiga dari enam bersaudara ini terlahir di lingkungan militer. Ayahnya Kasiyadi, seorang Mayor (Purn) dan ibunya bekerja sebagai guru Matematika di SMAN 6 Bondowoso.
Dikatakan Fajar, dirinya banyak terinspirasi dari kedua orang tuanya, meski dibesarkan di keluarga Militer, namun, tekadnya untuk menjadi yang terbaik dapat terwujud berkat bimbingan kedua orang tuanya.
“Yang paling memotivasi saya adalah orang tua, karena bapak saya saja, yang berkarier di militer dari tamtama, saat ini bisa sampai pangkat Mayor. Saya yang sudah _start_ awal dari perwira, harusnya bisa jauh melampaui orang tua saya,’’ ujarnya.
Setelah mendapat kecabangan Penerbang di tingkat satu, dari situlah dirinya ingin membuat perubahan.
‘’Dengan Korps Penerbangan, saya ingin membuktikan, bahwa semua kecabangan mampu bersaing dan berbuat yang terbaik. Setiap tahapan pasti ada kendala, namun, bagaimana kita bisa memanfaatkan sebuah kendala itu menjadi peluang, dan setiap kendala, saya serahkan semuanya kepada yang Kuasa,’’ terangnya.
Ke depan, dengan menyandang penghargaan Adimakayasa, dirinya berharap menjadi perwira Penerbang yang dapat berkarier maksimal dan berprestasi.
Melalui saluran telephone, ayahanda Fajar, Mayor Inf (Purn) Kasiyadi mengatakan bahwa sebagai orang tua pasti akan melakukan yang terbaik untuk anak-anaknya.
“Alhamdulillah, Allah memberikan kemudahan. Dirinya mengakui bahwa Fajar merupakan anak yang baik, sebagai orang tua dirinya tidak pernah dibebani sesuatu yang menghambat.
‘”Selaku orang tua, kita hanya menghantarkan sesuai yang Fajar inginkan, dan alhamdulillah dia bisa lancar sampai akhir pendidikan,’’ tandasnya.
Sebagai orang tua, dirinya berharap, satu satunya harapan kepada anak, jadi apapun mereka, tetap menjadi anak yang sholeh, berbakti kepada orang tua serta bangsa dan negara sesuai pilihan profesinya masing-masing.
Sementara itu, berbeda dengan Dewi Okta Pusparini, kelahiran Pati, 23 Oktober 1996, yang menghabiskan masa sekolahnya di Pati, Jawa Tengah. Ayahnya, Pariyo seorang PNS dan ibunya berprofesi sebagai ibu rumah tangga.
Dewi mengakui, setelah lulus SMA, dirinya sudah lulus seleksi SNMPTN UGM Fakultas Kedokteran Hewan, namun dirinya memiliki cita-cita yang lain, mendaftar ke AKMIL dan diterima.
Meski informasi pendidikan di AKMIL, sangat minim ia terima, namun dirinya banyak belajar dari informasi yang diterimanya dari internet.
Dirinya ingin membuktikan, meskipun bukan terdidik dari lingkungan militer, namun siapapun dapat berprestasi dan berbuat yang terbaik.
Orang tua Dewi, Pariyo mengatakan sebagai orang tua, dirinya sangat bersyukur kepada Allah swt, karena sampai saat ini, dirinya tidak menyangka dan mengira, puterinya dapat menyelesaikan pendidikan dan berhasil mendapatkan penghargaan ini.
“Anak saya selalu merendah, dirinya tidak pernah bilang kalau dirinya bisa meraih yang terbaik, saya tahu itu, agar kedua orang tuanya tidak berharap banyak,” ungkapnya.
“Semoga Dewi dapat melaksanakan tugas dengan baik. Yang terpenting, kedisiplinan dan kejujurannya,” pungkasnya (Dispenad|red)