Jakarta – Dalam rangka penguatan sistem pendidikan dan kesehatan nasional, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) resmi membentuk Komite Bersama (KOMBERS) sebagai upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan, Penelitian, dan Pelayanan Kesehatan, pada Senin (30/6) di Jakarta.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa akses, kualitas, dan harga layanan kesehatan masih menjadi tantangan utama dalam sistem kesehatan Indonesia.
“Saat ini, dari 514 kabupaten/kota, baru sekitar 80 yang memiliki layanan penyakit katastropik setara ibu kota. Kalau masyarakat Sukabumi atau Semarang masih harus ke Jakarta untuk layanan jantung, itu artinya sistem kita belum adil dan merata,” ujar Menkes Budi.
Untuk mengatasi kesenjangan akses layanan kesehatan, pemerintah tengah mengembangkan 66 rumah sakit umum daerah (RSUD) dan melengkapi fasilitas kesehatan di seluruh kabupaten/kota dengan alat kesehatan esensial seperti CT scan dan cath lab. Targetnya, pada 2027 seluruh wilayah memiliki infrastruktur dasar yang mampu menangani penyakit prioritas seperti stroke dan jantung.
“Kalau alat-alat ini hanya ada di kota besar, seumur hidup kita tidak akan pernah bisa memberi layanan setara untuk seluruh rakyat,” tegasnya.
Dari sisi pembiayaan, Menkes menyampaikan bahwa pemerintah sedang menyiapkan revisi terhadap peraturan perundangan terkait Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), termasuk skema tarif BPJS Kesehatan. Prinsipnya, layanan kesehatan akan dibayar berdasarkan prioritas penyakit yang menyelamatkan nyawa, bukan semata berdasarkan jumlah tindakan.
“Kalau sistem pembiayaannya tidak mendukung, akses kesehatan tetap tidak terjangkau meski alatnya ada,” tambahnya.
Namun demikian, menurut Menkes, tantangan terbesar ada pada ketersediaan dan distribusi tenaga kesehatan, khususnya dokter spesialis.
“Alatnya sudah siap, pembiayaannya juga siap, tapi jumlah dan distribusi SDM kita masih sangat kurang. Kalau SDM-nya tidak selesai, layanannya akan terbatas dan masyarakat terpaksa mencari ke tempat yang jauh,” ujarnya.
Menkes pun mengajak perguruan tinggi untuk mencetak lebih banyak dokter dan tenaga medis, serta berkolaborasi lintas bidang untuk memperkuat kualitas pendidikan, penelitian, dan pelayanan di sektor kesehatan.
Peluncuran KOMBERS menjadi langkah strategis untuk menjembatani dunia pendidikan, riset, dan layanan kesehatan. Komite ini diharapkan menjadi wadah koordinasi lintas kementerian dalam menyusun solusi berbasis data dan inovasi, termasuk meninjau regulasi yang selama ini menghambat percepatan reformasi layanan kesehatan.
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Prof. Brian Yuliarto menyampaikan bahwa kolaborasi multipihak harus didorong untuk mengatasi kompleksitas tantangan di sektor kesehatan.
“Permasalahan kesehatan tidak bisa diselesaikan sendiri-sendiri. Kita perlu duduk bersama, mengesampingkan ego sektoral, dan fokus pada solusi yang konkret dan segera bisa dijalankan,” ujar Prof. Brian.
Menurutnya, peluncuran KOMBERS menjadi awal dari peningkatan kualitas pendidikan, penelitian, dan layanan Kesehatan yang lebih terintegrasi dan berdampak langsung bagi masyarakat.
Prof. Brian juga menekankan pentingnya kolaborasi multipihak antara pemerintah pusat, daerah, swasta, dan komunitas akademik. Ia meyakini bahwa gotong royong adalah kunci solusi berkelanjutan.
“Tidak mungkin semua beban diserahkan kepada pemerintah. Kita perlu duduk bersama, menghasilkan rekomendasi konkret yang bisa dijalankan dalam waktu dekat,” katanya.
Ia juga mendorong perguruan tinggi untuk aktif mengembangkan sistem pendidikan dan kesehatan yang menjawab persoalan nyata di bidang kesehatan, tak terbatas pada fakultas kedokteran saja.
“Permasalahan kesehatan itu kompleks. Butuh pendekatan lintas ilmu. Para peneliti di bidang lain harus ikut terlibat, agar kita bisa menghadirkan teknologi atau kebijakan yang benar-benar membantu sistem kesehatan kita,” ujarnya.
Sebagai bagian dari upaya reformasi layanan kesehatan, Kemendiktisaintek juga tengah merumuskan peningkatan kapasitas pendidikan spesialis.
“Peluncuran Komite Bersama ini adalah langkah awal menuju sistem pendidikan dan kesehatan yang lebih inklusif, efektif, dan bermartabat,” tutup Prof. Brian.
(Kontributor : Arif)