Jakarta – Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menegaskan langkah besar Indonesia dalam memperkuat competitiveness perdagangan karbon di tingkat dunia.
Penguatan competitiveness ditandai dengan penandatanganan Mutual Recognition Agreement (MRA) antara Sertifikasi Pengurangan Emisi GRK Indonesia (SPEI) dan Verified Carbon Standard (VCS) Program oleh Verra, Penandatanganan Letter of Intent (LoI) perihal kerja sama penggunaan metodologi dengan Puro.earth, serta penerbitan dokumen panduan bagi pengembang proyek yang melakukan sertifikasi dengan Gold Standard for Global Goals (GS4GG).
Hal ini semakin melengkapi peluang Indonesia dalam perdagangan karbon luar negeri, yang sebelumnya juga telah dilaksanakan MRA dengan Global Carbon Council dan Plan Vivo. Langkah strategis ini menjadi bukti nyata komitmen pemerintah dalam membangun pasar karbon yang berintegritas, transparan, dan inklusif. Senin (6/10)
Pada momentum bersejarah ini, KLH/BPLH terus mendorong keunggulan komparatif yang dimiliki baik pada sektor Forestry and Other Land Use (FOLU) dan energi untuk dapat dioptimalkan melalui penerapan Nilai Ekonomi Karbon. “Hal ini mendorong Pemerintah Indonesia melakukan pengembangan multi-skema dalam implementasi Nilai Ekonomi Karbon termasuk melalui beberapa Mutual Recognition Agreement (MRA),” tegas Menteri LH/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq.
MRA tersebut menambah peluang ruang lingkup aksi mitigasi yang dapat dikuantifikasi menggunakan 58 metodologi pada 2 (dua) sektor untuk pendekatan nature-based, dan 54 metodologi pada 3 (tiga) sektor untuk pendekatan technology-based.
Menurut Menteri Hanif, pengembangan multi-skema diharapkan mampu mendorong transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif dalam pelaksanaan perdagangan karbon di tingkat internasional. “Keunggulan kompetitif hanya dapat diwujudkan dengan membangun pasar karbon yang inklusif, didukung dengan infrastruktur yang transparan dan robust untuk menghasilkan kredit karbon berintegritas tinggi,” ujarnya.
Di bawah koordinasi KLH/BPLH sebagai National Focal Point to the UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) sekaligus penanggung jawab Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI), sejumlah capaian konkret penerapan NEK Multiskema telah diraih. Tercatat 14 project proponent difasilitasi untuk ditransisikan ke skema Pasal 6.4 Persetujuan Paris, 60 project proponent diusulkan dalam kerjasama dengan Jepang untuk skema Pasal 6.2 Persetujuan Paris, serta target pledge sampai dengan 12 juta ton CO₂eq di bawah kerjasama Pasal 6.2 Persetujuan Paris Norwegian Article 6 Climate Action Fund (NACA) Project.
Lebih lanjut melalui skema MRA, terdapat 29 proyek terdaftar di bawah Gold Standard, dengan 19 proyek telah berstatus certified design dan menghasilkan sekitar 4,6 juta ton CO₂ kredit karbon. Kerja sama dengan Verra membuka beberapa project proponent dengan potensi unit karbon per tahun rata-rata sebesar 17,27 juta ton CO₂eq, dengan target penerbitan unit karbon sampai pertengahan tahun 2026.
Menteri Hanif menegaskan bahwa keberhasilan pasar karbon ditentukan inklusifitas, transparansi dan integritas yang tinggi dengan menerjemahkan seluruh instrumen yang dimandatkan dalam Persetujuan Paris. “Masa depan perdagangan karbon di Indonesia akan ditentukan oleh kredibilitas dan integritas pasar karbon yang kita bangun dengan kredit karbon berintegritas dari masing-masing sektor. Kami ingatkan kepada kita semua bahwa menjaga integritas karbon adalah hal yang sangat penting; tidak boleh satupun diantara kita menimbulkan fraud yang akan merusak integritas karbon Indonesia,” tegasnya.
Turut hadir dalam acara tersebut, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan yang menekankan pentingnya transisi menuju energi bersih yang berpihak pada kepentingan rakyat.
“Waste to energy, zero emisi, komitmen Paris Agreement, energi ramah, bio solar, energi surya, dan carbon trading bukan hanya jargon. Ini jalan panjang yang sudah kita jalankan lebih dari 20 tahun. Tata kelola yang transparan dan berpihak pada hak-hak rakyat harus selalu kita kedepankan,” ujar Zulkifli Hasan.
Menko Zulkilfli Hasan juga menyampaikan dukungannya terhadap langkah strategis KLH/BPLH. “Saya mendukung penuh dan berkomitmen kuat bersama KLH/BPLH untuk memastikan transisi energi yang adil, menjaga kedaulatan pangan, serta memastikan rakyat mendapat manfaat nyata dari ekonomi hijau dan perdagangan karbon. Masa depan Indonesia ada pada energi bersih, pangan berkelanjutan, dan tata kelola karbon yang transparan,” tambahnya.
Indonesia kini tengah mempersiapkan diri tampil dalam UNFCCC Conference of the Parties (COP) 30 di Belem, Brasil, dengan mengusung tema besar Integritas Pasar Karbon Indonesia. Selain menargetkan perdagangan 50 juta ton CO₂eq dari supply sejak tahun 2021, Indonesia juga memiliki potensi karbon vintage sebelum tahun 2020 dan termasuk kredit karbon dari skema Pembayaran Berbasis Kinerja di luar yang sudah diperoleh dari Green Climate Fund dan RBC Pemerintah Norway.
COP 30 menjadi ajang bagi Indonesia untuk menunjukkan kepada dunia bahwa penerapan Nilai Ekonomi Karbon multiskema yang inklusif, transparan dan berintegritas tinggi ditempuh untuk mendukung NDC. “Saya menekankan bahwa seluruh benefit yang diperoleh dari implementasi Nilai Ekonomi Karbon harus dikembalikan untuk mendukung aksi mitigasi dan adaptasi dalam pencapaian target NDC Indonesia,” ungkap Menteri Hanif.
Menteri Hanif menutup pernyataannya dengan mengingatkan untuk tetap menjaga integritas karbon Indonesia. “Saya ingin mengajak kita semua bekerja sama untuk membangun perdagangan karbon untuk mendukung pencapaian target pengurangan emisi dengan menjunjung tinggi kedaulatan bangsa,” pungkasnya.
(Kontributor: Arif)